Bandarlampung – Terdakwa Nofrika Duris Pratama kembali menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terkait perkara dugaan penebangan pohon di register 42 Waykanan, Lampung.
Dalam sidang tersebut, terdakwa mengatakan telah menggarap lahan tersebut sejak tahun 2006 dari ayah terdakwa dengan perladangan tradisional menanam singkong, padi, dan lainnya.
“Ayah saya menggarap lahan tersebut dari kakek saya dan sudah turun temurun. Bahkan dilokasi tersebut ada makam buyut saya. Selain saya, ada juga banyak warga Desa Gedung Menang, Kecamatan Negeri Agung, Kabupaten Waykanan yang jumlahnya ratusan petani penggarap dan mendirikan gubuk di lokasi untuk tempat berteduh dan beristrahat,” katanya, Senin (31/7/2023).
Ia melanjutkan, para penggarap juga tergabung dalam Gapoktan Mitra Agro Makmur Sejahtera yang diketuai oleh Bapak Sunaryo dan sudah ada Akta Pendirian Notaris.
“Saya juga sudah urus perizinan bersama Pak Sunaryo hingga ke Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta namun masih berproses hingga saat ini,” kata dia.
Lanjut terdakwa, bukti-bukti yang disampaikan di persidangan berupa surat keterangan kepala kampung Syamsudin tanggal 30 April 1984, Surat keterangan tanah umbul Hamara Tuha susuan batin 10 Agustus 1992, silsilah keturunan pemilik ahli waris umbul Hamara Tuha di tiyuh gedung menang Tuha 27 Maret 1984, surat silsilah terdakwa nofrika, dan foto keberadaan makam dari buyut terdakwa malisin gelar ratu pagar alam dan jakyah.
Penasihat hukum terdakwa yang tergabung dalam Posbakum Ikadin berdama tim pendamping M Ariansyah, Setiadi Rosasy, dan Novellia Yulistin Sanggem mengatakan, dari fakta persidangan ada point penting yaitu surat tersebut menjadi dasar bahwa terdakwa ll bukan merambah kawasan hutan tersebut secara tidak berdasar.
“Artinya dalam hukum pidana mensrea terdakwa tidak ada hanya melanjutkan perladangan secara tradisional bersama keturunan warga lainnya,” kata Ari.
Ditambahkan Novel Sanggem, konflik pertanahan khususnya register di Lampung berkaitan dengan tanah adat sangat kompleks. Padahal telah ada peraturan yang mengatur hak – hak Ulayat Adat Atas Hutan Produksi berdasarkan PERATURAN BUPATI No.1 Tahun 2019 dan PERDA WAYKANAN NO.35 Tahun 2000 Tentang Pemberdayaan, Pelestarian, dan Pengembangan Adat Serta Lembaga Adat.
Dalam kasus terdakwa, lanjut dia, bukanlah menjadi persoalan tanah adat melainkan kasus tanah masyarakat adat atau tanah yang sudah diserahkan adat kepada masyarakat nya yang merupakan milik perseorangan.
“Ini diperkuat surat keterangan dari tokoh kampung yang diketahui kepala kampung gedung Menang Syamsudin tahun 30 April 1984 yang membenarkan keberadaan kepemilikan tanah Umbul Hamara Tuha dari keturunan saudara Burhanudin Gelar Raja Pertiwan bapak dari terdakwa noprika yang disepakati dan ditandatangani oleh tokoh dari kampung Tanjung ratu (Tarmizi Gelar Naga Berisang), Kampung gedung Menang (Bahtiar Gelar Ratu Migo), Lampung Kotabumi (Raja Inton) dan Kampung Gedung Menang (Semar Gelar Batin Sahrajo),” katanya.
“Atas dasar kesepakatan tersebut telah dibuat surat keterangan tanah Umbul Hamara Tuha tahun 10 aguatus 1992 yang ditandatangani oleh ketua adat desa gedung Menang Barusman gelar ngedika raja ratu beserta 5 tokoh adat dan tokoh masyarakat gedung Menang lainnya,” katanya lagi.
Direktur Posbakum Ikadin Putra Nata Sasmita ketika ditemui media membenarkan proses perkara tersebut ditangani tim Posbakum Ikadin dengan Ketua Tim M. Ariansyah. (rilis)
Terdakwa Nofrika Klaim Telah Garap Lahan Sejak Turun Menurun Nenek Moyangnya
Bandarlampung – Terdakwa Nofrika Duris Pratama kembali menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terkait perkara dugaan penebangan pohon di register 42 Waykanan, Lampung.
Dalam sidang tersebut, terdakwa mengatakan telah menggarap lahan tersebut sejak tahun 2006 dari ayah terdakwa dengan perladangan tradisional menanam singkong, padi, dan lainnya.
“Ayah saya menggarap lahan tersebut dari kakek saya dan sudah turun temurun. Bahkan dilokasi tersebut ada makam buyut saya. Selain saya, ada juga banyak warga Desa Gedung Menang, Kecamatan Negeri Agung, Kabupaten Waykanan yang jumlahnya ratusan petani penggarap dan mendirikan gubuk di lokasi untuk tempat berteduh dan beristrahat,” katanya, Senin (31/7/2023).
Ia melanjutkan, para penggarap juga tergabung dalam Gapoktan Mitra Agro Makmur Sejahtera yang diketuai oleh Bapak Sunaryo dan sudah ada Akta Pendirian Notaris.
“Saya juga sudah urus perizinan bersama Pak Sunaryo hingga ke Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta namun masih berproses hingga saat ini,” kata dia.
Lanjut terdakwa, bukti-bukti yang disampaikan di persidangan berupa surat keterangan kepala kampung Syamsudin tanggal 30 April 1984, Surat keterangan tanah umbul Hamara Tuha susuan batin 10 Agustus 1992, silsilah keturunan pemilik ahli waris umbul Hamara Tuha di tiyuh gedung menang Tuha 27 Maret 1984, surat silsilah terdakwa nofrika, dan foto keberadaan makam dari buyut terdakwa malisin gelar ratu pagar alam dan jakyah.
Penasihat hukum terdakwa yang tergabung dalam Posbakum Ikadin berdama tim pendamping M Ariansyah, Setiadi Rosasy, dan Novellia Yulistin Sanggem mengatakan, dari fakta persidangan ada point penting yaitu surat tersebut menjadi dasar bahwa terdakwa ll bukan merambah kawasan hutan tersebut secara tidak berdasar.
“Artinya dalam hukum pidana mensrea terdakwa tidak ada hanya melanjutkan perladangan secara tradisional bersama keturunan warga lainnya,” kata Ari.
Ditambahkan Novel Sanggem, konflik pertanahan khususnya register di Lampung berkaitan dengan tanah adat sangat kompleks. Padahal telah ada peraturan yang mengatur hak – hak Ulayat Adat Atas Hutan Produksi berdasarkan PERATURAN BUPATI No.1 Tahun 2019 dan PERDA WAYKANAN NO.35 Tahun 2000 Tentang Pemberdayaan, Pelestarian, dan Pengembangan Adat Serta Lembaga Adat.
Dalam kasus terdakwa, lanjut dia, bukanlah menjadi persoalan tanah adat melainkan kasus tanah masyarakat adat atau tanah yang sudah diserahkan adat kepada masyarakat nya yang merupakan milik perseorangan.
“Ini diperkuat surat keterangan dari tokoh kampung yang diketahui kepala kampung gedung Menang Syamsudin tahun 30 April 1984 yang membenarkan keberadaan kepemilikan tanah Umbul Hamara Tuha dari keturunan saudara Burhanudin Gelar Raja Pertiwan bapak dari terdakwa noprika yang disepakati dan ditandatangani oleh tokoh dari kampung Tanjung ratu (Tarmizi Gelar Naga Berisang), Kampung gedung Menang (Bahtiar Gelar Ratu Migo), Lampung Kotabumi (Raja Inton) dan Kampung Gedung Menang (Semar Gelar Batin Sahrajo),” katanya.
“Atas dasar kesepakatan tersebut telah dibuat surat keterangan tanah Umbul Hamara Tuha tahun 10 aguatus 1992 yang ditandatangani oleh ketua adat desa gedung Menang Barusman gelar ngedika raja ratu beserta 5 tokoh adat dan tokoh masyarakat gedung Menang lainnya,” katanya lagi.
Direktur Posbakum Ikadin Putra Nata Sasmita ketika ditemui media membenarkan proses perkara tersebut ditangani tim Posbakum Ikadin dengan Ketua Tim M. Ariansyah. (rilis)